BATANG - Kuasa Hukum PT Aquila Transindo Utama, Oktorian Sitepu mengungkapkan terdapat beberapa fakta baru yang diperoleh pihaknya dari sidang lanjutan kasus dugaan invoice fiktif Pelabuhan PLTU Batang dengan terdakwa "RS", di Pengadilan Negeri (PN) Pekalongan, Selasa (1/11/2022) kemarin.
Oktorian mengatakan, bahwa pada keterangan saksi pertama yakni petugas pandu kapal, kapten Agus Pujotomo didapatkan sebuah fakta, bahwa dari 17 invoice yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai barang bukti pada sidang ke sembilan itu, ada dua kapal yang dilayani.
“Padahal, selama ini pihak penggugat mengaku bahwa dari ke 17 invoice itu semua kapal tidak dilayani, namun terungkap dalam fakta persidangan ternyata ada dua kapal yang dilayani dan dua itu ditandatangani oleh nahkoda kapal, ” ujarnya, Kamis (3/11/2022).
Kemudian lanjut Oktorian, pihaknya juga menemukan fakta pada saat kesaksian Direktur PT ATU, M Rondhi. Menurutnya, barang bukti invoice yang dihadirkan oleh Penuntut Umum (PU) pada jalannya persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi dari PU itu berbeda dengan yang ada di dalam surat dakwaan.
“Disitu terungkap dalam fakta persidangan, bahwa invoice yang diajukan oleh JPU pada saat sidang kemarin berbeda dengan yang ada di dalam surat dakwaan. Perbedaannya apa?, invoice yang diajukan oleh JPU ini totalnya Rp 119 jutaan padahal yang ada di dakwaan adalah kurang lebih Rp267 jutaan, " katanya.
"2 hal ini sangat janggal, mengapa dalam surat dakwaan dan bukti yang dihadirkan dipersidangan itu berbeda. Fakta-fakta persidangan ini dapat menyebabkan dakwaan lemah dan kabur?, ” ungkapnya.
Sidang pidana yang digelar pada Selasa (1/11/2022) kemarin di Pengadilan Negeri Pekalongan itu berjalan maraton. Empat orang saksi yang dihadirkan PU dari PT ATU dilakukan pemeriksaan semua, sehingga sidang yang dimulai pada siang hari, baru bisa selesai pada malam hari.
Empat orang saksi yang dihadirkan dalam sidang itu diantaranya, petugas pandu tunda kapal kapten Agus Pujotomo, Staf Administrasi Keuangan PT ATU Ari Cahyono, Supervisior Operational PT ATU Ahmad Zaenuri, dan Direktur PT ATU M Rondhi.
Dalam persidangan, saksi pertama petugas pandu tunda kapal, kapten Agus Pujotomo mengungkapkan fakta, bahwa dari 17 invoice yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai barang bukti, ada dua kapal yang dilayani.
Saksi lain staf administrasi keuangan PT ATU Ari Cahyono, menerangkan bahwa invoice yang dibuat olehnya dan dikirim ke PT Sparta Putra Adhyaksa (SPA) telah dilakukan pencabutan pada awal Oktober 2021.
Pencabutan dilakukan karena adanya kesepakatan tarif harga pandu dan tunda antara PT ATU dengan salah satu agen kapal, yakni PT Timur Bahari. Ari pun akhirnya merevisi invoice itu dan mengirimkan kembali invoice terbaru ke PT SPA.
Adapun pada invoice yang telah dibatalkan terbilang biaya yang harus dibayarkan sebesar kurang lebih Rp267jutaan, dan setelah adanya kesepakatan harga tarif baru, maka pada invoice yang telah direvisi itu menjadi sebesar Rp119 jutaan.
Kemudian saksi ketiga, Supervisior Operational PT ATU, Ahmad Zaenuri, menyampaikan bahwa pihaknya bertugas membuat pra nota atas Permohonan Pelayanan Kapal dan Barang (PPKB) dari agen, yang selanjutnya dikirimkan ke Staf Administrasi Keuangan PT ATU Ari Cahyono untuk kemudian dijadikan invoice.
Sementara itu, saksi terakhir Direktur PT ATU M Rondhi mengatakan, bahwa PT SPA hingga kini belum melakukan pembayaran atas tagihan yang dibebankannya. Menurutnya, PT SPA beralasan, bahwa pembayaran belum dilakukan karena tidak ada pelayanan jasa pandu dan tunda dari PT ATU.
"Dasar adanya tagihan itu telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor 57 tahun 2015 tentang pelayanan jasa pandu dan tunda. Serta diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan nomor 1992 tahun 2018, bahwa pelabuhan Batang menjadi perairan wajib pandu, " katanya.
Rondhi mengungkapkan, audiensi telah diupayakan pihaknya bersama KUPP Batang terhadap PT SPA untuk melakukan penagihan pembayaran sebanyak dua kali. Namun dua kali audiensi itu gagal, PT SPA tetap enggan membayarkan tagihan.
Bahkan Rondhi mengatakan ada sikap pembangkangan dari PT SPA, karena tidak mau melakukan pembayaran meski sudah dilakukan upaya mediasi sebanyak dua kali. Dalam mediasi itu.
"Pihaknya telah menawarkan pemberian diskon dan pembayaran secara berkala, " pungkasnya.
Hal itu dikuatkan kuasa hukum terdakwa RY , Suparno saat dikonfirmasi via telpon ( 4/11) , mengatakan terkait dengan dakwaan dugaan tagihan fiktif sebelum direvisi sebesar Rp 267 juta, tapi setelah adanya revisi menjadi Rp 119 juta.
Dikonfirmasi terpisah, Kasi Intel Kejari Pekalongan, Andritama mengatakan, bahwa pihaknya tidak mempermasalahkan keterangan yang diungkapkan oleh kuasa hukum PT ATU. Karena menurutnya, JPU telah bekerja sesuai aturan dalam menghadirkan dakwaan dalam persidangan.
"Silahkan saja berpendapat, itu hak mereka (kuasa hukum PT ATU). Terpenting, dakwaan yang disajikan oleh JPU dalam persidangan itu sudah sesuai dengan prosedur yang ada atau berdasar alat bukti yang sudah kami kumpulkan sebelumnya, " ungkapnya.
AdamBatang